Oleh:
YUDHA PERDANA, ST.,MT
KEPALA SEKSI BINA PROVINSI DAN KABUPATEN WILAYAH
NUSA TENGGARA, MALUKU, DAN PAPUA
SUBDIREKTORAT PEMBINAAN WILAYAH IV
DIREKTORAT PEMBINAAN PERENCANAAN TATA RUANG DAN
PEMANFAATAN RUANG DAERAH
Penyusunan RDTR
Teknokratis meliputi serangkaian dan pendalaman analisis yang beragam, yang diakibatkan oleh beberapa hal, dilihat
dari Perspektif Objek dan Perspektif Subjek, sebagai berikut:
I.
Perspektif Objek
Perspektif
Objek memandang adanya variasi pendalaman analisis akibat bervariasinya kondisi
kota/perkotaan dari aspek ketersediaan data, peran, jenis/kepadatan, morfologi,
umur, jarak dari pusat kota, tingkat kedalaman RTRW, dan jumlah pusat pelayanan
dalam bagian wilayah perencanaan (BWP).
- Ketersediaan data
Faktor utama yang paling mempengaruhi kualitas perencanaan adalah data. Data yang paling sering kurang di setiap pada kota/perkotaan meliputi jaringan prasarana eksisting, perizinan berbasis spasial, status bidang tanah, dan riwayat bencana. Sebaliknya adapula kota/perkotaan yang memiliki data lengkap hingga data spasial 3D masing-masing bangunan.
- Peran pusat kegiatan (PKN, PKW, PKL, dan PPK)
Hierarki pusat kegiatan yang diRDTRkan dari tinggi ke rendah meliputi Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal (PKL), dan terakhir Pusat Pengembangan Kawasan (PPK).Kebutuhan ruang PKN yang berskala nasional sebagai industri paling hilir dan pintu gerbang ekspor, berbeda dengan kebutuhan ruang PKW yang berskala provinsi, berbeda dengan Kebutuhan Ruang PKL yang berskala kabupaten/kota, dan juga berbeda dengan PPK yang berskala kecamatan (antar kelurahan/desa).
- Morfologi Perkotaan
Variasi morfologi perkotaan meliputi perkotaan yang terletak di dataran tinggi, perbukitan/pegunungan kelerengan curam, dataran banjir, dataran pesisir, dan berbagai variasi tipologi daerah aliran sungai (DAS)/Sub DAS. Pendalaman analisis fisiografis diperlukan untuk mengakomodir kondisi morfologi yang beragam.
- Umur Kota/Perkotaan (Kota Eksisting atau Kota Baru)
Menyusun RDTR dapat diibaratkan seperti menggambar dan mewarnai. ‘Menggambar’ artinya menggambar jalan/jaringan baru membentuk struktur kota yang baru. ‘Mewarnai’ artinya menetapkan warna-warni fungsi zona/subzona pada setiap blok yang dibentuk oleh jalan.Kota/perkotaan yang sudah lama berdiri, sudah banyak berlangsung aktivitas pembentuk kota yang hampir tidak memungkinkan untuk diubah, sehingga aktivitas kegiatan ‘menggambar’ akan sangat terbatas, sedangkan kegiatan ‘mewarnai’ lebih mendominasi. Pada penyusunan RDTR kota/perkotaan berkembang dan kota baru, kegiatan ‘menggambar’ dan mewarnai memiliki porsi yang sama besar. Kota Tua yang ditetapkan sebagai Kota Cagar Budaya memiliki penanganan khusus yang diatur dalam peraturan zonasi yang spesifik.
- Jenis/kepadatan kota (metropolitan, kota besar, kota menengah, kota kecil)
Semakin besar dan semakin padat kota, semakin banyak pula data yang harus dikoleksi, seperti perizinan spasial, bangunan, jaringan infrastruktur eksisting, dan semakin rumit kajian dampak yang muncul dengan ditetapkannya suatu zona/subzona. Namun, semakin besar dan padat suatu kota/perkotaan, maka semakin banyak berlangsung aktivitas pembentuk kota yang hampir tidak memungkinkan untuk diubah, sehingga aktivitas kegiatan ‘menggambar’ akan sangat terbatas, sedangkan kegiatan ‘mewarnai’ lebih mendominasi.
- Jarak dari Titik Pusat Kota/Perkotaan
Semakin dekat dengan titik pusat kota, maka sudah banyak berlangsung aktivitas pembentuk kota yang hampir tidak memungkinkan untuk diubah, sehingga aktivitas kegiatan ‘menggambar’ akan sangat terbatas, sedangkan kegiatan ‘mewarnai’ lebih mendominasi. Pada penyusunan RDTR kota/perkotaan yang jauh dari pusat kota, semakin banyak lahan pengembangan dan lahan cadangan yang masih memungkinkan untuk dikembangkan, sehingga kegiatan ‘menggambar’ dan ‘mewarnai’ memiliki porsi yang sama besar.
- Tingkat kedalaman RTRW (1:50.000 atau 1:25:000)
Pada umumnya RTRW Kota administratif disusun pada tingkat kedalaman 1:25.000, sedangkan untuk RTRW Kabupaten pada tingkat kedalaman 1:50.000. Penyusunan RDTR kota administratif bersifat mendetailkan blok besar ke dalam blok-blok peruntukan yang lebih kecil. Berbeda jauh dengan proses penyusunan RDTR kabupaten yang memerlukan proses tambahan, yakni delineasi kawasan perkotaan dan delineasi BWP.Klasifikasi pola ruang RTRW Kota juga berbeda dengan RTRW Kabupaten. Klasifikasi pola ruang RTRW Kota hampir sama dengan RDTR, sedangkan Klasifikasi pola ruang RTRW kabupaten agak jauh berbeda dengan klasifikasi pola ruang RDTR.
Dari segi tingkat kedalaman dan kesamaan klasifikasi dimaksud, maka RTRW Kota lebih siap ‘terjun’ untuk didetailkan ke RDTR dibanding RTRW kabupaten. Dari segi ruang kreasi, RDTR kabupaten memiliki ruang kreasi yang lebih besar dibanding RDTR kota administratif. Hal ini dimungkinkan karena, RDTR kabupaten cukup berlindung pada asas dominasi fungsi yang harus dijaga dari RTRW kabupaten.Dari segi tingkat kedalaman, kesamaan klasifikasi, dan ruang kreasi, maka RDTR BWP kabupaten melibatkan kegiatan ‘menggambar’ dan ‘mewarnai’ yang lebih banyak dibanding RDTR BWP Kota administratif.
- Jumlah Pusat-Pusat Pelayanan di dalam BWP
Semakin banyak pusat pelayanan pada orde-2, yaitu Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) dan orde-3, yaitu Pusat Lingkungan (PL), semakin banyak pula jaringan pergerakan yang harus disiapkan untuk menghubungkan pusat pelayanan tersebut, dan semakin banyak tuntutan penyediaan sarana pelayanan umum (SPU) yang harus disediakan sesuai dengan standarnya, seperti jumlah sekolah, terminal, puskesmas, olahraga, aula, peribadatan, dan ruang terbuka. Hal tersebut akan berimplikasi pada kegiatan ‘menggambar’ dan ‘mewarnai’ yang lebih banyak dibandingkan dengan BWP yang memiliki sedikit SPPK dan PL.
II.
Perspektif Subjek
Perspektif
Subjek memandang adanya variasi pendalaman analisis akibat bervariasinya
kapasitas penyusun RDTR, khususnya ketua tim (team leader), baik dari latar belakang keilmuwan/spesialisasi, level
kompetensi, dan pengalaman spesifik di suatu daerah.
- Latar belakang keilmuwan dan spesialisasi Team Leader
Ketua tim penyusun (Team Leader) biasanya memiliki latar belakang, spesialiasi, pendalaman/konsentrasi, dan/atau hobi tertentu di luar Planologi (Perencanaan Wilayah/Kota), misalnya Arsitektur, Arsitektur Landscape, Antropologi/Sosial Budaya, Ekonomi, Geologi, dan Lingkungan Hidup. Arsitek lebih tertarik mendesain kota baru begitupula sedangkan Konsentrasi Arsitektur Landscape lebih seimbang, suka menjaga eksisting tangkapan pandang (viewshed) yang dihasilkan dari keunikan bentang alam setempat sekaligus menata landmark baru. Antropologis, Geologis, dan Konsentrasi Lingkungan Hidup lebih suka menjaga eksisting, sedangkan Konsentrasi Ekonomi menitikberatkan instrumen pembiayaan dalam rangka mewujudkan RDTR.
- Level Kompetensi
Level Kompetensi Team Leader dan tenaga ahli menyusun RDTR PZ tentu sangat berpengaruh terhadap kualitas RDTR PZ.
- Pengalaman spesifik di suatu daerah
Pengalaman Team Leader menangani perkotaan-perkotaan dengan kondisi yang serupa, cenderung membentuk spesialisasi Team Leader sekaligus menciptakan template kerja yang mungkin kurang sesuai jika diterapkan pada kota/perkotaan lain yang memiliki kondisi yang berbeda.Selain 2 (dua) perspektif tersebut, PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (On Line Single Submission), menuntut adanya Dasar Perizinan tunggal yang wujudnya tak lain dan tak bukan adalah Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR PZ). Konsekuensi atas hadirnya Aplikasi RDTR PZ On Line untuk semua perizinan se-Indonesia adalah harus terpenuhinya standar, baik standar output, standar input, dan tak luput pula Standar Analisis Penyusunan RDTR.
Uraian di atas, baik dari
Perspektif objek maupun Subjek, serta Tuntutan On Line Single Submission, menyimpulkan bahwa jika penyusunan RDTR diibaratkan
sebagai pembuatan larutan kimia yang akan digunakan untuk mentreatment perkotaan, maka yang pertama
harus disiapkan adalah larutan standar, yang komposisinya tersusun dari
unsur-unsur minimal yang harus ada.
Langkah selanjutnya adalah
menambahkan kadar (konsentrasi) unsur tertentu yang lebih tinggi dibandingkan
dengan unsur-unsur minimal lainnya, sesuai dengan kondisi spesifik perkotaannya.
Standar Analisis
Minimum yang wajib diberlakukan pada semua bentuk/peran/fungsi/morfologi
perkotaan yang berbeda-beda, sebagai “larutan standar” atau tombol equalizer penyusunan RDTR, meliputi 10
(sepuluh) butir sebagai berikut:
1. Keterkaitan dengan RTRW dan Kebijakan
Lainnya;
2. Delineasi BWP yang menganut Compact
City dengan batas fisik yang nyata;
3. Isu Pengembangan (Potensi dan
Masalah);
4. Daya Dukung Lahan dan Daya
Tampung Penduduk;
5. Alternatif/Konsep Konstelasi
Pusat-Pusat Pelayanan;
6. Jaringan Pergerakan;
7. Kebutuhan Ruang;
8. Delta Eksisting vs Kebutuhan
Ruang, Anggaran, dan Skenario Pembiayaan;
9. Peraturan Zonasi yang Disusun
dari Kriteria Lokal Minimum; dan
10. Kelengkapan Muatan RDTR sesuai
Pedoman.
Dalam rangka
efisiensi pemeriksaan penjaminan kualitas oleh Ditjen Tata Ruang dan dalam
rangka penilaian mandiri (self assessment)
oleh Tim Penyusun RDTR PZ dan Pemerintah Kabupaten/Kota, maka sepuluh butir standar
analisis minimum dimaksud harus diuraikan lebih lanjut ke dalam 50 (lima puluh)
check
list pertanyaan berbentuk kuesioner dengan penilaian sebagai berikut:
Berilah tanda
√ pada Kolom Isian (Titik-Titik) di Tabel Berikut sesuai dengan Tiga Kolom Pilihan
yang diberikan, meliputi Ya (Nilai = 0); Ragu-Ragu (Nilai = 1); atau Ada (Nilai
= 2).
Klasifikasi
Kualitas RDTR:
1.
85 – 100 = RDTR Sangat Baik
2.
69 – 84 = RDTR Baik
3.
53 – 68 = RDTR Kurang Baik =
Perbaiki Analisis
4.
37 – 52 = RDTR Tidak Baik =
Susun Ulang
Riwayat
Hidup Yudha Perdana
1. Lahir di Semarang, 15 Juni 1982
2. SDN Kebondalem 3 Pemalang, Jawa
Tengah 1988-1991
3. SDN Sukarela 3 Bandung
1991-1993
4. SDN No.3 Sigli, Aceh 1993-1994
5. SMPN No.1 Sigli, Aceh 1994-1995
6. SMPN No.3 Banda Aceh 1995-1997
7. SMUN 3 Banda Aceh 1997-1999
8. SMUN 3 Bandar Lampung 1999 -
2000
9. Teknik Elektro, Universitas
Lampung 2000-2001 (tidak selesai)
10. S1 Teknik Geodesi, Institut
Teknologi Bandung, 2001-2006
11. Assosiate
Researcher of Center for Remote Sensing, Institut Teknologi Bandung, 2006-2007.
12. S2 Teknologi Manajemen
Lingkungan, Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, 2007-2010.
13. CPNS Kementerian Pekerjaan Umum
Dese mber
2009
14. Staf Direktorat Penataan Ruang
Wilayah IV, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum 2009
– 2010.
15. Staf Direktorat Pembinaan
Penataan Ruang Daerah Wilayah II, Direktorat Jenderal Penataan Ruang,
Kementerian Pekerjaan Umum 2011 - 2014.
16. Jabatan Fungsional Penata Ruang
Muda pada 2011 - 2017.
17. Staf Direktorat Pembinaan
Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan
Ruang Daerah, Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2015 – 2017.
18. Ketua Tim Teknis Integrasi
Proyek Strategis Nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi pada 2015 -
2016
19. Kepala Seksi Bina Provinsi dan
Kabupaten Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, Direktorat Pembinaan
Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan
Ruang Daerah, 21 Juni 2017 s/d sekarang.
20. Ketua Panitia Coffee Morning Direktorat Jenderal Tata
Ruang 5 September 2018.
21. Aktif sebagai Penulis Modul
Tata Ruang pada Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian
ATR/BPN
22. Aktif sebagai Anggota Tim Advisory Direktorat Jenderal Tata Ruang.
23. Aktif sebagai Anggota Buletin
Tata Ruang.
24. Aktif sebagai Anggota Tim Data dan
Informasi Ditjen Tata Ruang.
25. Aktif sebagai Anggota Studio
Peta Ditjen Tata Ruang.
No comments:
Post a Comment