Tuesday, October 1, 2019

KUESIONER 10 BUTIR | 50 JAMINAN KUALITAS RDTR



Oleh:
YUDHA PERDANA, ST.,MT
KEPALA SEKSI BINA PROVINSI DAN KABUPATEN WILAYAH NUSA TENGGARA, MALUKU, DAN PAPUA
SUBDIREKTORAT PEMBINAAN WILAYAH IV
DIREKTORAT PEMBINAAN PERENCANAAN TATA RUANG DAN PEMANFAATAN RUANG DAERAH

Penyusunan RDTR Teknokratis meliputi serangkaian dan pendalaman analisis yang beragam, yang diakibatkan oleh beberapa hal, dilihat dari Perspektif Objek dan Perspektif Subjek, sebagai berikut:


I.         Perspektif Objek
Perspektif Objek memandang adanya variasi pendalaman analisis akibat bervariasinya kondisi kota/perkotaan dari aspek ketersediaan data, peran, jenis/kepadatan, morfologi, umur, jarak dari pusat kota, tingkat kedalaman RTRW, dan jumlah pusat pelayanan dalam bagian wilayah perencanaan (BWP).
  •   Ketersediaan data
Faktor utama yang paling mempengaruhi kualitas perencanaan adalah data. Data yang paling sering kurang di setiap pada kota/perkotaan meliputi jaringan prasarana eksisting, perizinan berbasis spasial, status bidang tanah, dan riwayat bencana.  Sebaliknya adapula kota/perkotaan yang memiliki data lengkap hingga data spasial 3D masing-masing bangunan.
  •  Peran pusat kegiatan (PKN, PKW, PKL, dan PPK)
Hierarki pusat kegiatan yang diRDTRkan dari tinggi ke rendah meliputi Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal (PKL), dan terakhir Pusat Pengembangan Kawasan (PPK).
Kebutuhan ruang PKN yang  berskala nasional sebagai industri paling hilir dan pintu gerbang ekspor, berbeda dengan kebutuhan ruang PKW yang berskala provinsi, berbeda dengan Kebutuhan Ruang PKL yang berskala kabupaten/kota, dan juga berbeda dengan PPK yang berskala kecamatan (antar kelurahan/desa).
  •  Morfologi Perkotaan
Variasi morfologi perkotaan meliputi perkotaan yang terletak di dataran tinggi, perbukitan/pegunungan kelerengan curam, dataran banjir, dataran pesisir, dan berbagai variasi tipologi daerah aliran sungai (DAS)/Sub DAS. Pendalaman analisis fisiografis diperlukan untuk mengakomodir kondisi morfologi yang beragam.

  • Umur Kota/Perkotaan (Kota Eksisting atau Kota  Baru)
Menyusun RDTR dapat diibaratkan seperti menggambar dan mewarnai. ‘Menggambar’ artinya menggambar jalan/jaringan baru membentuk struktur kota yang baru. ‘Mewarnai’ artinya menetapkan warna-warni fungsi zona/subzona pada setiap blok yang dibentuk oleh jalan.
Kota/perkotaan yang sudah lama berdiri, sudah banyak berlangsung aktivitas pembentuk kota yang hampir tidak memungkinkan untuk diubah, sehingga aktivitas kegiatan ‘menggambar’ akan sangat terbatas, sedangkan kegiatan ‘mewarnai’ lebih mendominasi. Pada penyusunan RDTR kota/perkotaan berkembang dan kota baru, kegiatan ‘menggambar’ dan mewarnai memiliki porsi yang sama besar. Kota Tua yang ditetapkan sebagai Kota Cagar Budaya memiliki penanganan khusus yang diatur dalam peraturan zonasi yang spesifik.

  • Jenis/kepadatan kota (metropolitan, kota besar, kota menengah, kota kecil)
Semakin besar dan semakin padat kota, semakin banyak pula data yang harus dikoleksi, seperti perizinan spasial, bangunan, jaringan infrastruktur eksisting, dan semakin rumit kajian dampak yang muncul dengan ditetapkannya suatu zona/subzona. Namun, semakin besar dan padat suatu kota/perkotaan, maka semakin banyak berlangsung aktivitas pembentuk kota yang hampir tidak memungkinkan untuk diubah, sehingga aktivitas kegiatan ‘menggambar’ akan sangat terbatas, sedangkan kegiatan ‘mewarnai’ lebih mendominasi.
  •  Jarak dari Titik Pusat Kota/Perkotaan
Semakin dekat dengan titik pusat kota, maka sudah banyak berlangsung aktivitas pembentuk kota yang hampir tidak memungkinkan untuk diubah, sehingga aktivitas kegiatan ‘menggambar’ akan sangat terbatas, sedangkan kegiatan ‘mewarnai’ lebih mendominasi. Pada penyusunan RDTR kota/perkotaan yang jauh dari pusat kota, semakin banyak lahan pengembangan dan lahan cadangan yang masih memungkinkan untuk dikembangkan, sehingga kegiatan ‘menggambar’ dan ‘mewarnai’ memiliki porsi yang sama besar.

  • Tingkat kedalaman RTRW (1:50.000 atau 1:25:000)
Pada umumnya RTRW Kota administratif disusun pada tingkat kedalaman 1:25.000, sedangkan untuk RTRW Kabupaten pada tingkat kedalaman 1:50.000. Penyusunan RDTR kota administratif bersifat mendetailkan blok besar ke dalam blok-blok peruntukan yang lebih kecil. Berbeda jauh dengan proses penyusunan RDTR kabupaten yang memerlukan proses tambahan, yakni delineasi kawasan perkotaan dan delineasi BWP.
Klasifikasi pola ruang RTRW Kota juga berbeda dengan RTRW Kabupaten. Klasifikasi pola ruang RTRW Kota hampir sama dengan RDTR, sedangkan Klasifikasi pola ruang RTRW kabupaten agak jauh berbeda dengan klasifikasi pola ruang RDTR.
Dari segi tingkat kedalaman dan kesamaan klasifikasi dimaksud, maka RTRW Kota lebih siap ‘terjun’ untuk didetailkan ke RDTR dibanding RTRW kabupaten. Dari segi ruang kreasi, RDTR kabupaten memiliki ruang kreasi yang lebih besar dibanding RDTR kota administratif. Hal ini dimungkinkan karena, RDTR kabupaten cukup berlindung pada asas dominasi fungsi yang harus dijaga dari RTRW kabupaten.
Dari segi tingkat kedalaman, kesamaan klasifikasi, dan ruang kreasi, maka RDTR BWP kabupaten melibatkan  kegiatan ‘menggambar’ dan ‘mewarnai’ yang lebih banyak dibanding RDTR BWP Kota administratif.

  • Jumlah Pusat-Pusat Pelayanan di dalam BWP
Semakin banyak pusat pelayanan pada orde-2, yaitu Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) dan orde-3, yaitu Pusat Lingkungan (PL), semakin banyak pula jaringan pergerakan yang harus disiapkan untuk menghubungkan pusat pelayanan tersebut, dan semakin banyak tuntutan penyediaan sarana pelayanan umum (SPU) yang harus disediakan sesuai dengan standarnya, seperti jumlah sekolah, terminal, puskesmas, olahraga, aula, peribadatan, dan ruang terbuka. Hal tersebut akan berimplikasi pada kegiatan ‘menggambar’ dan ‘mewarnai’ yang lebih banyak dibandingkan dengan BWP yang memiliki sedikit SPPK dan PL.

II.        Perspektif Subjek
Perspektif Subjek memandang adanya variasi pendalaman analisis akibat bervariasinya kapasitas penyusun RDTR, khususnya ketua tim (team leader), baik dari latar belakang keilmuwan/spesialisasi, level kompetensi, dan pengalaman spesifik di suatu daerah.

  • Latar belakang keilmuwan dan spesialisasi Team Leader
Ketua tim penyusun (Team Leader) biasanya memiliki latar belakang, spesialiasi, pendalaman/konsentrasi, dan/atau hobi tertentu di luar Planologi (Perencanaan Wilayah/Kota), misalnya Arsitektur, Arsitektur Landscape, Antropologi/Sosial Budaya, Ekonomi, Geologi, dan Lingkungan Hidup. Arsitek lebih tertarik mendesain kota baru begitupula sedangkan Konsentrasi Arsitektur Landscape lebih seimbang, suka menjaga eksisting tangkapan pandang (viewshed) yang dihasilkan dari keunikan bentang alam setempat sekaligus menata landmark baru. Antropologis, Geologis, dan Konsentrasi Lingkungan Hidup lebih suka menjaga eksisting, sedangkan Konsentrasi Ekonomi menitikberatkan instrumen pembiayaan dalam rangka mewujudkan RDTR.
  •   Level Kompetensi
Level Kompetensi Team Leader dan tenaga ahli menyusun RDTR PZ tentu sangat berpengaruh terhadap kualitas RDTR PZ.
  •  Pengalaman spesifik di suatu daerah
Pengalaman Team Leader menangani perkotaan-perkotaan dengan kondisi yang serupa, cenderung membentuk spesialisasi Team Leader sekaligus menciptakan template kerja yang mungkin kurang sesuai jika diterapkan pada kota/perkotaan lain yang memiliki kondisi yang berbeda.


Selain 2 (dua) perspektif tersebut, PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (On Line Single Submission), menuntut adanya Dasar Perizinan tunggal yang wujudnya tak lain dan tak bukan adalah Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR PZ). Konsekuensi atas hadirnya Aplikasi RDTR PZ On Line untuk semua perizinan se-Indonesia adalah harus terpenuhinya standar, baik standar output, standar input, dan tak luput pula Standar Analisis Penyusunan RDTR.

Uraian di atas, baik dari Perspektif objek maupun Subjek, serta Tuntutan On Line Single Submission, menyimpulkan bahwa jika penyusunan RDTR diibaratkan sebagai pembuatan larutan kimia yang akan digunakan untuk mentreatment perkotaan, maka yang pertama harus disiapkan adalah larutan standar, yang komposisinya tersusun dari unsur-unsur minimal yang harus ada.

Langkah selanjutnya adalah menambahkan kadar (konsentrasi) unsur tertentu yang lebih tinggi dibandingkan dengan unsur-unsur minimal lainnya, sesuai dengan kondisi spesifik perkotaannya.


Standar Analisis Minimum yang wajib diberlakukan pada semua bentuk/peran/fungsi/morfologi perkotaan yang berbeda-beda, sebagai “larutan standar” atau tombol equalizer penyusunan RDTR, meliputi 10 (sepuluh) butir sebagai berikut:
1.       Keterkaitan dengan RTRW dan Kebijakan Lainnya;
2.       Delineasi BWP yang  menganut Compact City dengan batas fisik yang nyata;
3.       Isu Pengembangan (Potensi dan Masalah);
4.       Daya Dukung Lahan dan Daya Tampung Penduduk;
5.       Alternatif/Konsep Konstelasi Pusat-Pusat Pelayanan;
6.       Jaringan Pergerakan;
7.       Kebutuhan Ruang;
8.       Delta Eksisting vs Kebutuhan Ruang, Anggaran, dan Skenario Pembiayaan;
9.       Peraturan Zonasi yang Disusun dari Kriteria Lokal Minimum; dan
10.    Kelengkapan Muatan RDTR sesuai Pedoman.

Dalam rangka efisiensi pemeriksaan penjaminan kualitas oleh Ditjen Tata Ruang dan dalam rangka penilaian mandiri (self assessment) oleh Tim Penyusun RDTR PZ dan Pemerintah Kabupaten/Kota, maka sepuluh butir standar analisis minimum dimaksud harus diuraikan lebih lanjut ke dalam 50 (lima puluh) check list pertanyaan berbentuk kuesioner dengan penilaian sebagai berikut:

 
Berilah tanda √ pada Kolom Isian (Titik-Titik) di Tabel Berikut sesuai dengan Tiga Kolom Pilihan yang diberikan, meliputi Ya (Nilai = 0); Ragu-Ragu (Nilai = 1); atau Ada (Nilai = 2).
NO
PERTANYAAN
JAWABAN
TIDAK ADA
RAGU-RAGU
ADA
(NILAI 0)
(NILAI 1)
(NILAI 2)
I
APAKAH DILAKUKAN SPASIALISASI SEMUA KEBIJAKAN DAN RTR YANG BERHIERARKI DI ATASNYA KE DALAM DELINEASI BWP

Apakah ditunjukkan hubungan titik pusat kegiatan (TPK) yang akan diRDTRkan dengan TPK lain di sekitarnya menjelaskan:
1
hierarki-hierarki TPK
…………
…………
…………
2
sistem jaringan pergerakan yang menghubungkan TPK-TPK (misal ada koridor jalan nasional)
…………
…………
…………
3
rantai Produksi mulai hulu-hilir komoditas unggulan pada TPK-TPK
…………
…………
…………
4
titik atau poligon rencana program sektoral (kawasan industri, pelabuhan, bandara, rusun, taman, dll)
…………
…………
…………


Gambar I.1 RTRW Kabupaten (1:50.000)
Gambar I.2 RTR(W) Kota/Perkotaan (1:25.000)


Gambar I.3 Pembagian BWP (1:25.000)
Gambar I.4 BWP Terpilih (1:25.000)
II
PEMILIHAN DELINEASI BWP DALAM SKALA 25K UNTUK HASILKAN BWP YANG MENGANUT COMPACT CITY
5
Adakah dijelaskan dan digambarkan kecenderungan perkembangan permukiman di skala 25K?
…………
…………
…………
6
Adakah dijelaskan dan digambarkan alternatif-alternatif delineasi BWP mengandung informasi minimal 2 kelas daya dukung (lindung-budidaya) dan daya tampung penduduk pada masing-masing kelas skala 25K?
…………
…………
…………
7
Apakah delineasi BWP menganut Compact City dengan Dimensi (Proporsi dan Luas) Optimal, yakni mulai 5 Km x 5 Km (2.500 Ha)? s/d 5 Km x 6 Km (3.000 Ha)?
…………
…………
…………
8
Delineasi BWP dibatasi oleh sungai, jalan (rencana), dan/atau rencana saluran air yang secara kasat mata jelas membelah kawasan?
…………
…………
…………

Gambar II.1 Delineasi BWP Terpilih Berbatas Fisik
TABEL II.1 PENDETAILAN POLA RUANG KEDALAMAN 1:50.000 KE 1:25.000 DAN KE 1:5.000
III
APAKAH POTENSI DAN MASALAH PENGEMBANGAN BWP DIPETAKAN DAN DITABULASIKAN?
9
Adakah peta strength, weakness, opportunity, threat (SWOT) pada BWP?
…………
…………
…………
10
Adakah Tabel SWOT dengan pembobotan?
…………
…………
…………
11
Adakah Kesimpulan SWOT untuk pengembangan BWP (Uraian umum bagian yang diprioritaskan pengembangannya, mana bagian penghela pertumbuhan dan mana bagian yang dilindungi)
…………
…………
…………

TABEL III.1 TABEL SWOT DENGAN PEMBOBOTAN

IV
APAKAH DIHITUNG DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG DI SKALA 5K
12
Apakah dipetakan kecenderungan perkembangan hunian?
…………
…………
…………
13
Proyeksi penduduk apakah memasukkan variabel adanya kebijakan baru, kecenderungan mengikuti koridor, dan faktor eksternal?
…………
…………
…………
14
Apakah kelerengan sebagai komponen utama dibuat dalam skala 5K? (diturunkan dari DEM Terrasar atau DEMNAS)?
…………
…………
…………
15
Adakah kelas daya dukung >> minimal ada 3: Kelas I Pengembangan Tinggi, Kelas II Pengembangan Terbatas, Kelas III Lindung (RTH)?
…………
…………
…………
16
Apakah dihitung daya tampung maksimal penduduk untuk ketiga kelas tersebut?
…………
…………
…………
17
Apakah dipetakan semua zona rawan bencana, jalur, dan ruang evakuasi, beserta program mitigasinya?
…………
…………
…………
18
Apakah sudah dibuat poligon zona preservasi visual (viewshed) sebagai zona dengan view kota yang paling baik, dibuat konsep landmark dan diatur intensitasnya?
…………
…………
…………


Gambar IV.1 Digital Elevation Model (DEM)
Gambar IV.2 Kelerengan


Gambar IV.3 Daya Dukung Lahan


Gambar IV.4 Daya Tampung Lahan

TABEL IV.1 DAYA TAMPUNG PERKELAS LAHAN
Daya Tampung = 556.376 Jiwa
Proyeksi Penduduk = 235.488 Jiwa


Gambar IV.5 Proyeksi Penduduk Alamiah dan Gangguan



Gambar IV.6 Viewshed

Gambar IV.7 Konsep Intensitas Pemanfaatan Ruang
V
APAKAH DIJELASKAN ALTERNATIF KONSTELASI PUSAT-PUSAT PELAYANAN
19
Apakah dipetakan pusat-pusat pelayanan (P3) eksisting berdasarkan skala sarana pelayanan umum (SPU) dan skala perdagangan jasa?
…………
…………
…………
20
Apakah disajikan alternatif lokasi rencana (P3) dengan penjelasan kekuatan dan kelemahan masing-masing?
…………
…………
…………
21
P3 minimal ada 3 (tiga) hierarki: pusat pelayanan kota (PPK) melayani BWP, subpusat pelayanan kota (SPPK) melayani Sub BWP, dan pusat lingkungan (PL) melayani Blok. Apakah ada?.
…………
…………
…………
22
Apakah PPK terletak di dekat centroid BWP, SPPK terletak di dekat centroid Sub BWP, dan PL terletak di dekat centroid Blok?.
…………
…………
…………
23
Apakah jumlah PPK = 1, jumlah SPPK = jumlah Sub BWP - 1, dan jumlah PL = Jumlah Blok?.
…………
…………
…………


Gambar V.1 Pembagian Sub BWP dan Blok mengikuti SPPK dan PL
 
VI
APAKAH RENCANA JARINGAN JALAN SUDAH MENGHUBUNGKAN  P3 SECARA BERHIERARKI?
24
Adakah Jalan Arteri Sekunder yang menghubungkan antar PPK dengan SPPK dan antar SPPK?
…………
…………
…………
25
Adakah Jalan Kolektor Sekunder yang menghubungkan antara SPPK dengan PL?
…………
…………
…………
26
Adakah Jalan Lokal Sekunder yang menghubungkan antar PL?
…………
…………
…………
27
adakah Jalan Lingkungan yang membagi Blok atau Sub Blok?.
…………
…………
…………
28
Apakah rencana jalan-jalan tersebut memiliki lebar dan kelengkapan sesuai standar?
…………
…………
…………
29
apakah jaringan jalan baru, khususnya di P3 dibentuk dengan pola yang artistik meningkatkan estetika desain alun-alun dan landmark?
…………
…………
…………


Gambar VI.1 Hierarki Jaringan Jalan dengan Lebar Tertentu mengikuti Hierarki Pusat Pelayanan

VII
APAKAH RUANG BADAN JALAN,  SARANA PELAYANAN UMUM, PERDAGANGAN JASA, DAN RUANG TERBUKA MENCUKUPI PROYEKSI ATAU DAYA TAMPUNG MAKSIMAL PENDUDUK
30
Apakah luas badan jalan mencapai 10-20% dari luas BWP?
…………
…………
…………
31
Apakah luas RTH (publik dan privat) mencapai 30% luas BWP?
…………
…………
…………
32
Apakah luas sarana pelayanan umum (SPU) sudah sesuai SNI?
…………
…………
…………
33
Apakah luas Perdagangan dan Jasa sudah sesuai SNI?
…………
…………
…………
34
Apakah jangkauan SPU terhadap perumahan sudah sesuai standar?
…………
…………
…………

TABEL VII.1
TABEL VII.2



Gambar VII.1 Simulasi Zonasi SD dan SMP 1 Km
Gambar VII.2 Simulasi Radius Puskesmas 3 Km


Gambar VII.3 Rencana Pola Ruang

VIII
ADAKAH DITUNJUKKAN DELTA EKSISTING VS RENCANA JARINGAN PRASARANA  DAN POLA RUANG, ANGGARAN, BESERTA SKENARIO PEMBIAYAANNYA
35
Apakah sudah dipetakan semua struktur eksisting beserta rekam perizinannya
…………
…………
…………
36
Apakah sudah dipetakan guna lahan eksisting beserta status tanahnya
…………
…………
…………
37
Apakah ditunjukkan sandingan struktur dan pola eksisting dengan rencananya?
…………
…………
…………
38
Apakah sudah dihitung nilai rupiah untuk mewujudkan selisih struktur dan pola tersebut?
…………
…………
…………
39
Apakah disebutkan skenario pembiayaan dan aktor yang terlibat di dalamnya? (Land Value Capture, Tax Increment Financing, Kerjasama Pemerintah-Badan Usaha-Masyarakat)
…………
…………
…………
40
Apakah Peta Struktur Ruang dan Pola Ruang dibreakdown jadi Empat (perlima tahunan)?





Gambar VIII.1 Jalan Eksisting
Gambar VIII.2 Rencana Jalan


Gambar VIII.3 Penggunaan Lahan Eksisting
Gambar VIII.4 Rencana Pola Ruang

TABEL VIII.1 NERACA PENGUASAAN TANAH EKSISTING VS RENCANA POLA RUANG

IX
ADAKAH PROSES PERUMUSAN PERATURAN ZONASI YANG MAMPU MENGENDALIKAN RENCANA RUANG SEKALIGUS MENGAKOMODIR PERIZINAN EKSISTING?
41
Apakah ada Visualisasi Kondisi Lingkungan, Definisi, Kriteria Lokal Minimum, dan Dampak Kegiatan untuk setiap Zona/Subzona?
…………
…………
…………
42
Apakah setiap bangunan yang berukuran di atas 2,5m didigitasi dan dilengkapi informasi eksisting status IMB, status tanah, dan izin usahanya.
…………
…………
…………
43
Apakah setiap zona memiliki satu Nilai Intensitas (KDB, KLB) dan satu aturan aktivitas (ITBX) yang unik?
…………
…………
…………
44
Apakah ada aturan tata bangunan untuk setiap hierarki jalan (GSB, jarak antar bangunan, tinggi maksimal bangunan)
…………
…………
…………
45
Apakah perumusan aktivitas dalam zona sudah mengikuti kaidah zona terkuat (RTH) dan zona terlemah (industri berat), yang memperlihatkan bahwa kelompok aktivitas RTH boleh ada di semua zona, sebaliknya kelompok aktivitas terkait industri berat harus ada di dalam Zona Kawasan Industri?
…………
…………
…………
46
Adakah Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ) sebagai instrumen insentif dan disinsentif?
…………
…………
…………

TABEL IX.1 KRITERIA LOKAL MINIMUM





TABEL IX.2 FORM SURVEY DAMPAK



Gambar IX.3 Cara Penentuan ITBX (Sumber: Bahan Ajar Petrus Natalivan | ITB)
 

TABEL IX.2 HIERARKI ZONA-ZONA UNIVERSAL


(Sumber: Bahan Ajar Dr. Ir. Suryanto, MSP, Ph.D | UGM)
X
KELENGKAPAN MUATAN RENCANA SESUAI PEDOMAN



47
Apakah atribut shapefile pola ruang minimal meliputi Kolom (Field) Kode Zona | Zona | Luas |  Blok dan ditambah Field overlay zone seperti Zona Rawan Bencana Rendah hingga Sedang, dan opsional (jika ada) seperti: Zona Khusus, KP2B, dan Rencana Alih Fungsi/Peruntukan Kawasan Hutan?.
…………
…………
…………
48
Simbol dan Warna Peta mengikuti panduan yang ditetapkan dan disepakati bersama?
…………
…………
…………
49
Apakah raperda berisi muatan RDTR yang sesuai pedoman dan memenuhi kaidah legal drafting?
…………
…………
…………
50
Apakah konsisten antara kalimat struktur dan pola ruang di raperda, dengan peta JPEG, shapefile, lampiran indikasi program, pasal ITBX, aturan intensitas dan tata bangunan dengan lampiran zoning textnya?.

…………
…………
…………

JUMLAH

………………
…………..

NILAI TOTAL

……………….








Klasifikasi Kualitas RDTR:
1.    85 – 100 = RDTR Sangat Baik
2.    69 – 84 = RDTR Baik
3.    53 – 68 = RDTR Kurang Baik = Perbaiki Analisis
4.    37 – 52 = RDTR Tidak Baik = Susun Ulang




Riwayat Hidup Yudha Perdana
1.       Lahir di Semarang, 15 Juni 1982
2.       SDN Kebondalem 3 Pemalang, Jawa Tengah 1988-1991
3.       SDN Sukarela 3 Bandung 1991-1993
4.       SDN No.3 Sigli, Aceh 1993-1994
5.       SMPN No.1 Sigli, Aceh 1994-1995
6.       SMPN No.3 Banda Aceh 1995-1997
7.       SMUN 3 Banda Aceh 1997-1999
8.       SMUN 3 Bandar Lampung 1999 - 2000
9.       Teknik Elektro, Universitas Lampung  2000-2001 (tidak selesai)
10.    S1 Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung, 2001-2006
11.    Assosiate Researcher of Center for Remote Sensing, Institut Teknologi Bandung, 2006-2007.
12.    S2 Teknologi Manajemen Lingkungan, Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, 2007-2010.  
       13.  CPNS Kementerian Pekerjaan Umum Dese mber 2009
14.    Staf Direktorat Penataan Ruang Wilayah IV, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum 2009 – 2010.
15.    Staf Direktorat Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah II, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum 2011 - 2014.
16.    Jabatan Fungsional Penata Ruang Muda pada 2011 - 2017.
17.    Staf Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan  Ruang Daerah, Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2015 – 2017.
18.    Ketua Tim Teknis Integrasi Proyek Strategis Nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi pada 2015 - 2016
19.    Kepala Seksi Bina Provinsi dan Kabupaten Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan  Ruang Daerah, 21 Juni 2017 s/d sekarang.
20.    Ketua Panitia Coffee Morning Direktorat Jenderal Tata Ruang 5 September 2018.
21.    Aktif sebagai Penulis Modul Tata Ruang pada Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian ATR/BPN
22.    Aktif sebagai Anggota Tim Advisory Direktorat Jenderal Tata Ruang.
23.    Aktif sebagai Anggota Buletin Tata Ruang.
24.    Aktif sebagai Anggota Tim Data dan Informasi Ditjen Tata Ruang.
25.    Aktif sebagai Anggota Studio Peta Ditjen Tata Ruang.

No comments:

Post a Comment